Heartless Background

Thursday 23 May 2013

Hukum Perdata

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Hukum Acara Perdata
Sebagai bagian dari hukum acara (formeel recht), maka Hukum Acara Perdata mempunyai ketentuan-ketentuan pokok yang bersifat umum dan dalam penerapannya hukum acara perdata mempunyai fungsi untuk mempertahankan, memelihara, dan menegakan ketentuan-ketentuan hukum perdata materil. Oleh karena itu eksistensi hukum acara perdata sangat penting dalam kelangsungan ketentuan hukum perdata materil.
Adapun beberapa pengertian hukum acara perdata menurut beberapa pakar hukum

Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH
Beliau mengemukakan batasan bahwa hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.

Prof. Dr. Sudikno Mertukusumo, SH
Member batasan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menetukan bagaimana caranyamenjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya, dan pelaksanaan dari pada putusannya.

Prof. Dr. R. Supomo, SH
Dengan tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi tugas dan peranan hakin menjelaskan bahwasanya dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijk rechtsorde) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.
Berdasarkan pengertian –pengertian yang dikemukakan diatas serta dengan bertitik tolak kepada aspek toeritis dalam praktek peradilan, maka pada asasnya hukum acara perdata adalah : Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses seseorang mengajukan perkara perdata kepada hakim/pengadilan. Dalam konteks ini, pengajuan perkara perdata timbul karena adanya orang yang merasa haknya dilanggar orang lain, kemudian dibuatlah surat gugatan sesuai syarat peraturan perundang-undangan.
Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata. Dalam mengadili perkara perdata, hakim harus mendengar kedua belah pihak berperkara (asas Audi Et Alterm Partem). Disamping itu juga, proses mengadili perkara, hakim juga bertitik tolak kepada peristiwanya hukumnya, hukum pembuktian dan alat bukti kedua belah pihak sesuai ketentuan perundang-undangan selaku positif (Ius Constitutum)
Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim memutus perkara perdata. Peraturan hukum yang mengatur bagaimana tahap dan proses pelaksanaan putusan hakim (Eksekusi).

B. Sumber-sumber hukum acara perdata.
Dalam praktek peradilan di Indonesia saat ini, sumber-sumber hukum acara perdata terdapat pada berbagai peraturan perundang-undangan.
HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru, Staatblad 1848.
RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277
Rv (Reglemen Hukum Acara Perdata Untuk golongan Eropa)
Staatblad No 52 Jo Staatblad 1849 No.63. namun sekarang ini Rv tidak lagi digunakan karena berisi ketentuan hukum acara perdata khusus bagi golongan Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan dengan mereka dimuka (Raad van Justitie dan Residentiegerecht. Tetapi Raad Van Justitie telah dihapus, sehingga Rv tidak berlaku lagi. Akan tetapi dalam praktek peradilan saat ini eksistensi ketentuan dalam Rv oleh Judex Facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) serta Mahkamah Agung RI tetap dipergunakan dan dipertahankan.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Undang-Undang.UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. UU No.5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung, yang mengatur tentang hukum acara kasasi UU No.8 Tahuun 2004 Tentang Peradilan Umum. UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya. UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

C. Asas-Asas Hukum Acara Perdata Indonesia
Bertitik tolak kepada praktek peradilan Indonesia maka dapatlah disebutkan beberapa asas-asas umum hukum acara perdata Indonesia. Peradilan yang terbuka untuk umum (Openbaarheid Van Rechtsspraak)
Peradilan yang terbuka untuk umum merupakan aspek fundamental dari hukum acara perdata. Sebelum perkara disidangkan, maka hakim ketua harus menyatakan bahwa “persidangan terbuka untuk umum” sepanjang undang-undang tidak menentukan lain. (Mis : dalam perkara persidangan perkara perceraian siding dinyatakan tertutup untuk umum. Apabila hal ini tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan putusan batal demi hukum (Pasal 19 Ayat 1 dan 2 UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Hakim bersifat Pasif (Lijdelijkeheid Van De Rehter) Dalam asas ini terdapat sebuah aturan yang dikenal dengan (Nemo Judex Sine Actore) yang artinya apabila gugatan tidak diajukan oleh para pihak, maka tidak ada hakim yang mengadili perkara bersangkutan. Mendengar Kedua belah pihak. Pemeriksaan dalam dua instansi (Onderzoek In Tween Instanties) Pengawasan Putusan Lewat Kasasi.
Peradilan dengan membayar biaya. Peradilan perkara perdata pada asanya dikenakan biaya perkara (Pasal 4 Ayat 2, Pasal 5 Ayat 2, UU No 4 Tahun 2004. Pasal 121 Ayat 4 HIR/Pasal 145 Ayat 4, 192, 194 RBg. Bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk berperkara secara Cuma-Cuma (ProDeo).

D. Susunan Badan Peradilan di Indonesia.
Menurut UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh mahkamah agung dan badan peradilan dibawahnya. Jenis dan dasar badan peradilan di Indonesia terdapat dalam pasal 10 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004, dikenal empat lingkungan peradilan di Indonesia yaitu :

1. Peradilan Umum (UU No 8 Tahun 2004)
2. Peradilan Agama (UU No 3 Tahun 2006)
3. Peradilan Militer (UU No 31 Tahun 1997)
4. Peradilan Tata Usaha Negara (UU No 9 Tahun 2004)
Keempat badan peradilan tersebut kesemuanya dibawah Mahkamah Agung RI. Berdasarkan pasal 11 (1) UU No 4 Tahun 2004. Mahkamah Agung RI merupakan pengadilan Negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana disebutkan diatas. Selanjutnya pada ayat dua (2) disebutkan, kewenangan Mahkamah Agung RI adalah :
Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan dimana semua lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung.
Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Kewenangan lain yang diberikan undang-undang.
Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai perkara perdata maupun pidana yang dijalankan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Di dalam peradilan umum diberntuk beberapa pengadilan khusus yang berada dilingkungan pengadilan negeri yaitu :
1. Pengadilan niaga (pasal 280 UU No.4 Tahun 1998 Tentang kepailitan)
2. Pengadilan anak (pasal 2 UU No.3 Tahun 1997 Tentang pengadilan anak)
3. Pengadilan hak asasi manusia (pasal 2 UU No.26 Tahun 2000 Tentang pengadilan HAM)
4. Pengadilan tindak pidana korupsi
5. Pengadilan hubungan industrial (pasal 1 angka 17 UU No.2 Tahun 2004 Tentang penyelesaian Perselisihan hubungan industrial.)
6. Pengadilan perikanan.
7. Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Berdasarkan UU No.3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama, kewenangan pengadilan agama diperluas sebagaimana diatur dalam pasal 49 yaitu :pengadilan agama bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam di bidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, infaq, zakat, dan ekonomi syari’ah.


CONTOH KASUS HUKUM PERDATA
Banyak diantara kita yang tidak bisa membedakan mana yang termasuk kasus pidana dan mana yang termasuk kasus perdata. Itu disebabkan karena memang untuk bebrapa kasus terjadi kerancuan sehingga sulit sebagai orang awam pasti akan mengalami kesulitan dalam membedakan kasus-kasus pidana maupun perdata. Berikut ini adalah beberapa contoh kasus perdata yang biasa terjadi di sekitar kita:

Contoh 1
A menitipkan lukisan pada B selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari 2011. B setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, lukisan dijual B pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10 Januari 2011 B mengembalikan lukisan itu dengan lukisan lain yang harganya separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah A tetap menerima lukisan itu setelah B berjanji akan memberikan lukisan pengganti yang asli seminggu kemudian. Ternyata seminggu kemudian B tidak juga memberikan lukisan pengganti. Pada saat awal ketika B menjual lukisan tersebut telah terjadi tindak pidana, tetapi ketika A menerima cicilan atau barang pengganti dari B, maka kasus ini termasuk ke dalam kasus perdata.
Contoh 2
Artis A merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gosip Ibukota karena diberitakan artis A sebagai pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima, maka artis A melaporkan tabloid gosip tersebut ke polisi bahwa tabloid gosip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan terhadap artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gosip tersebut termasuk dalam kasus perdata

Contoh 3
Toko A menjual kayu jati kepada perusahaan B dan pembayaran atas pembelian kayu jati tersebut menggunakan sistem tempo 15 hari kemudian. Suatu hari setelah toko A mengirim kayu jati ke perusahaan B dan berniat menagih 15 hari kemudian baru diketahui bahwa perusahaan B dalam proses pailit. Khawatir bila tagihan atas kayu jati tidak terbayar, maka toko A melaporkan perusahaan B ke polisi sambil membawa bukti-bukti pengiriman dan pembeliatan atas kayu jati tersebut. Laporan toko A terhadap perusahaan B merupakan laporan kasus perdata, bukan pidana

Contoh 4
A berhutang kepada B sejumlah 10 Juta dan A membayar hutangnya dengan menggunakan Bilyet Giro yang terbagi dalam 4 lembar Bilyet Giro. Selama proses pencairan bilyet giro tersebut ternyata ada 1 lembar bilyet giro yang tidak bisa dicairkan karena saldo di rekening giro A tidak cukup. Sisa hutang tersebut tidak terbayar selama berbulan-bulan sampai akhirnya terjadi kesepakatan antara A dan B bahwa A akan melakukan penyicilan pembayaran atas sisa hutangnya tersebut. Seiring berjalannya waktu ternyata A hanya bisa menyicil separo dari sisa hutangnya dan kemudian B melaporkan A kepada polisi. Kasus ini termasuk kasus perdata karena B telah menerima cicilan dari A dan telah terjadi kesepakatan antara A dan B tentang mekanisme penyicilan sisa hutang

Contoh 5
Bapak A mempunyai 3 orang anak, yaitu B, C, dan D. Sebelum meninggal, Bapak A telah menulis surat wasiat yang ditujukan untuk ketiga anaknya tersebut. Dalam surat wasiat tersebut menyebutkan bagian warisan untuk masing-masing anaknya. Sebulan setelah Bapak A meninggal terjadi selisih pendapat antara masing-masing anaknya tersebut hingga menyebabkan perselisihan dalam pembagian harta warisan. Karena ada yang tidak terima, maka salah satu anak Bapak A melaporkan 2 saudara lainnya ke polisi. Laporan yang diberikan kepada polisi merupakan laporan atas kasus perdata.

No comments :

Post a Comment